
Tragedi yang menimpa Angeline, gadis cilik malang berusia 8 tahun, di Denpasar, Bali, beberapa waktu lalu mengundang keprihatinan banyak pihak. Tak terkecuali Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise.
Wanita kelahiran Manokwari, Papua Barat, 1 Oktober 1958 itu sejak awal menegaskan akan ikut mengawal proses hukum kasus kematian tragis Angeline, termasuk mendesak pihak kepolisian untuk mengusut hingga tuntas kasus pembunuhan biadab tersebut.
Menurut dia, penegakan hukum harus diwujudkan secara adil agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang, dan menimbulkan efek jera.
Ketika muncul kasus hilangnya Angeline, pemilik nama lengkap Yohana Susana Yembise itu memang langsung menunjukkan keprihatinan sekaligus kepeduliannya dengan mendatangi kediaman Angeline dan ibu angkatnya di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali.
Angeline memang tinggal di rumah itu bersama keluarga yang telah mengadopsinya sejak kecil.
“Saya masih ingat bahwa di rumah itu baunya sangat menyengat, saya bahkan sempat memiliki firasat bau menyengat itu dibiarkan untuk menutupi bau lain di dalam situ, padahal saya lihat ada pembantu, tapi kenapa bau terlalu menyengat,” ungkap ibu dari tiga anak itu.
Bahkan, saat itu Yohana mengaku memiliki firasat tertentu dan dia pun sempat memandang sekeliling untuk mencari gundukan-gundukan tanah dan hal-hal mencurigakan lainnya. Rasa curiga itu muncul karena adanya laporan bahwa Angeline terlihat tertekan, kurus dan lain sebagainya.
Firasat Yohana itu memang kemudian terbukti, Angeline ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, terkubur di belakang rumah tempat dia tinggal tersebut. Yang sangat memprihatinkan adalah Angeline ternyata adalah korban pembunuhan sadis yang dilakukan orang-orang yang tinggal di rumah itu.
Yohana Yembise pun mengapresiasi respons cepat polisi dalam menemukan keberadaan Angeline meski dalam keadaan meninggal dunia.
Angeline ditemukan tewas di belakang halaman rumahnya di dekat kandang ayam di rumahnya di Jalan Sedap Malam, Denpasar, pada 10 Juni 2015. Angeline awalnya dikabarkan hilang oleh ibu angkatnya, Margriet Christina Megawe pada 16 Mei 2015.
Hingga saat ini, polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini yakni mantan pembantu di rumah Margriet, Agus Tai Andamai (25) sebagai tersangka pembunuh Angeline, dan Margriet sebagai tersangka dugaan penelantaran anak.
Sejumlah orang juga telah diperiksa dalam kasus tersebut. Polisi menggunakan alat “lie detector” atau alat pendeteksi kebohongan saat memeriksa Margriet dan Agus, serta salah seorang saksi berinisial AA.
Ketiganya diperiksa oleh penyidik Polda Bali dan Polresta Denpasar dibantu oleh petugas Laboratorium Forensik Mabes Polri yang bertugas menganalisa hasil pemeriksaan.
Selain itu, polisi juga telah memeriksa Hamidah, ibu kandung Angeline, yang didampingi Tim Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar.
Selama beberapa jam, tim penyidik memintai keterangan Hamidah khususnya terkait proses adopsi Angeline kepada Margriet Christina Megawe saat anak tersebut baru berusia tiga hari.
Martabat Perempuan Kepedulian Menteri Yohana Yembise terhadap kasus Angeline tentu saja mencerminkan kepeduliannya terhadap masalah perlindungan anak di Tanah Air yang masih dilingkupi banyak persoalan.
Sejatinya, masalah perlindungan anak maupun pemberdayaan perempuan tampaknya memang bukan hal yang terlalu sulit bagi Yohana Yembise yang memiliki banyak pengalaman, baik organisasi maupun pekerjaan.
Beberapa saat setelah dilantik menjadi salah satu menteri Kabinet Kerja, Yohana Yembise pun menyatakan akan mengangkat martabat perempuan, baik di mata nasional maupun internasional.
Dia juga mengatakan akan mengkaji berbagai persoalan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di awal masa jabatan sehingga dapat menghasilkan berbagai program kerja yang efektif.
Untuk itu, beberapa waktu lalu, Menteri Yohana Yembise meluncurkan program “Wanita Indonesia Hebat” di Kota Ambon, Provinsi Maluku.
Ada 500-an perempuan di provinsi “Seribu Pulau” itu yang direkrut untuk disiapkan sebagai tenaga kerja andal dan punya posisi tawar tinggi di luar negeri. Perempuan yang direkrut rata-rata lulusan SMA sederajat dan belum memiliki pekerjaan tetap.
“Wanita Indonesia Hebat” merupakan hasil kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Taher Foundation yang bertujuan menciptakan kemandirian dan peningkatan kualitas kaum perempuan di Tanah Air. Pada tahap pertama diluncurkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Mereka yang direkrut akan dilatih dan ditangani khusus oleh instruktur dari perguruan tinggi ternama agar menjadi tenaga terdidik, berkualitas, dan memenuhi permintaan pasar kerja.
“Jadi bukan jadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Dengan kemampuan dan keahlian di bidang tertentu, mereka punya posisi tawar kuat dan terhindar dari tindakan pelecehan,” tambah Menteri Yohana.
Dia mengakui jumlah perempuan yang dilatih masih kurang. Saat ini Singapura, Korea, Malaysia, India dan Australia membutuhkan ribuan tenaga kerja perempuan dari Indonesia.
Perempuan yang direkrut “Wanita Indonesia Hebat” harus mendapat persetujuan dari orang tua bagi yang lajang, dan mendapat izin dari suami bagi mereka yang sudah berkeluarga.
Segudang Pengalaman Yohana Susana Yembise menggantikan Linda Amalia Sari Gumelar pada Kabinet Indonesia Bersatu II era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014.
Sebelum menjabat menteri, istri dari Leo Danuwira itu merupakan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua dan perempuan Papua pertama yang mendapat gelar guru besar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai profesor doktor bidang silabus desain dan material development.
Yohana dikukuhkan menjadi profesor doktor oleh Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, Festus Simbiak, di Auditorium Uncen, pada 14 November 2012. Sebelum mendapat gelar profesor, Yohana sudah memiliki segudang pengalaman dan jabatan dalam pekerjaan.
Dosen perempuan Papua pertama bergelar profesor ini pertama menuntut ilmu di Sekolah Dasar (SD) Padang Bulan Jayapura, tahun 1971. Lalu, melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Nabire. Ia menyelesaikan pendidikan di sekolah tahun 1974. Pendidikan selanjutnya di bangku SMA Negeri Persiapan Nabire.
Yohana melanjutkan pendidikan sarjana (S1) pada Program Studi Bahasa Inggris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Uncen, setelah lulus SMA pada 1985. Semasa kuliah, dia bekerja sebagai asisten dosen di program studi yang digelutinya selama tiga tahun, yakni sejak 1983-1986.
Ia pun menjadi dosen tetap pada program studi itu sejak 1987. Selain menjadi dosen, dia pernah memegang jabatan Kepala Laboratorium Bahasa Uncen selama setahun, yakni 1991.
Pada 1992, Yohana Yembise menjadi Diplomat Applied Linguistic TEFL (Dip TEFL) dari Regional English Language Centre (RELC), SEAMEO Singapore. Pada 1994, dia menyelesaikan pendidikan di Faculty of Education, Simom Fraser University British Colombia Canada, dengan gelar Master of Art (MA).
Pengalaman luar negeri yang dimilikinya antara lain pernah sebagai anggota Joint Selection Team (JST) Australian Development Scholarship beasiswa ADS/USAID tahun 2011.
Pengalaman lain Yohana Yembise antara lain terlibat dalam kegiatan kesenian yang disponsori badan kesenian Daerah Kabupaten Paniai di Nabire sejak 1974-1978. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Paniai tahun 1984.
(ARIEF MUJAYATNO/ANT)