
Penulis : Mulyadi Al-Gunsary dkk.
Penerbit : de TEENS
Cetakan : 1, November 2015
Tebal : 216 halaman
ISBN : 978-602-255-952-8
Bagi sebagian orang, dongeng masa kecil mampu terekam abadi dalam ingatan. Bahkan tak sekadar diingat, namun—lebih jauh—bisa menjadi pelita dalam mengarungi gelap kehidupan. Nilai-nilai luhur yang dibawa sebuah cerita, pada gilirannya meresap dalam diri seorang anak, kemudian dibawa sampai dewasa dan menjadi perangai, sifat, atau karakternya.
Hal itulah yang tergambar dari buku berjudul Unforgettable Stories ini. Buku yang berisi kisah-kisah tentang bagaimana sebuah dongeng masa kecil mampu memengaruhi atau menuntun seseorang dalam menelusuri jalan hidupnya. Tentang bagaimana sebuah dongeng mampu bekerja, berfungsi, dan merasuk ke dalam diri seorang anak sehingga terejawantah dalam sikap, laku dan tindakannya.
Beragam jenis dongeng dikisahkan dalam buku ini. Mulai dari dongeng-dongeng tradisional dari daerah-daerah di Tanah Air sampai dongeng-dongeng anak populer dari luar negeri. Misalnya tentang kisah gadis korek api yang dikisahkan oleh seorang ibu kepada anaknya. Kisah yang ditulis oleh Devi Eka Kusmawati ini mengisahkan bagaimana kemalangan seorang gadis kecil penjual korek api di malam natal yang dingin dan bersalju itu mampu meresap dalam hati seorang anak yang menyimak kisahnya.
Seperti kita ketahui, salah satu dongeng anak populer itu berakhir pilu. Kematian gadis korek api di pagi harinya membuat orang-orang yang menemukannya menjadi menyesal karena tak membeli korek api yang ia jajakan malam sebelumnya. Kisah ini menggetarkan hati seorang anak, sehingga ia bertekad kelak akan membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Bertahun-tahun kemudian, si anak tumbuh menjadi seorang remaja yang aktif menjadi relawan dan menyuarakan semangat kerelawanan kepada masyarakat (hlm 85-94).
Jika dongeng gadis korek api mampu menggetarkan hati seorang anak hingga menjadikannya seorang relawan, lain lagi dengan kisah berjudul “Kuping Caplang” karya Nurry Savitri. Ia menceritakan bagaimana dongeng kuping caplang yang dikisahkan seorang ayah menjelang tidur pada anaknya yang bernama Neli. Pada gilirannya, nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng tersebut memengaruhi sikap dan karakter Neli ketika dewasa.
Hal tersebut terbukti bertahun-tahun kemudian saat Neli tumbuh dewasa dan menjadi seorang Polwan, bagian Polantas. Kita tahu, pekerjaan ini rawan praktik suap dan menjadi pekerjaan dengan godaan berat. Namun, karena dongeng si Kuping Caplang dan nilai-nilai kejujuran yang dibawanya, akhirnya mampu memberi Neli spirit untuk bekerja dengan ketegasan dan selalu memegang teguh kejujuran. Ada perasaan takut jika telinga tiba-tiba memanjang ketika berbohong. Pada gilirannya, ketakutan berbohong itu terus dibawa sampai dewasa dan menjadi karakter kejujuran yang dipegang erat (hlm 145-156).
Masih ada tiga belas kisah lainnya yang disuguhkan buku ini. Masing-masing dongeng menunjukkan “cara kerja” masing-masing dalam memengaruhi seseorang sesuai kisah hidup yang dialami para tokoh di dalamnya.
Selain memberikan kisah-kisah penuh hikmah atau nilai-nilai luhur kehidupan, buku ini dengan sendirinya telah menunjukkan bagaimana sebuah cerita mampu bekerja melakukan fungsinya. Bahwa cerita tak sekadar cerita yang bisa didengarkan sambil lalu. Namun cerita adalah salah satu cara atau media ampuh menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang. Di samping itu, buku ini juga seperti mengingatkan kita untuk kembali menghidupkan budaya mendongeng kepada anak. Beri dongeng inspiratif kepada mereka, kemudian, lihat bagaimana dongeng itu bekerja! [*]
Oleh: Al Mahfud
Penikmat buku, tinggal di Pati.