Oleh: MH. Said Abdullah
Jika Madura disebut memiliki kekhasan budaya rasanya hampir tak ada yang mengingkari. Ada kerapan sapi, budaya membawa celurit yang kadang ditafsirkan negatif, keberanian melaut menembus ombak dan yang belakangan populer jamu Madura. Ini belum memasukkan bahasa Madura serta logat bicara masyarakat Madura yang sangat khas itu.
Bagaimana dengan kuliner Madura? Di luar sate yang sudah menusantara bahkan mendunia ada soto Madura, rujak Madura. Kaldu kikil – mirip sop kacang hijau- walau belum terkenal seperti sate dan soto Madura termasuk kekhasan masakan Madura. Belakangan ada lagi makanan khas Madura yang lebih merupakan varian baru kreasi masyarakat Madura seperti kalsot (kaldu soto), campor (perpaduan soto dan kue lodeh).
Soto Madura barangkali tak banyak diketahui sebenarnya di kawasan Madura sendiri variannya tidak hanya satu. Paling tidak ada tiga jenis soto dengan aroma berbeda. Yang pertama, soto Madura yang sudah menasional; banyak dijual di luar Madura oleh kalangan masyarakat Jawa Timur. Lalu soto kuning dibuat dari komponen daging atau ayam dengan aroma rasa sedikit berbeda dengan yang biasa ditemui di luar Jawa. Soto ayam khusus dengan penyanjian berbeda dan soto khas Sumenep Madura dengan komponen babat serta dibaur lontong dan singkong rebus disertai bumbu kacang yang dicampur petis, merupakan jenis lain dari soto Madura.
Jangan lupa rujak Madura juga sangat khas. Perbedaannya terletak pada bumbu yang terdiri dari petis ikan kadang diberi varian petis udang. Yang menarik komponennya lontong, singkong rebus ditambah buah-buahan seperti timun, kedongdong, mangga, termasuk tambahan sayuran seperti kecambah, kangkung, dilengkapi tahu, kripik singkong dan lainnya sehingga agak mirif gado-gado Jakarta.
Ini baru jenis-jenis makanan tergolong berat. Belum lagi makanan ringan khas Madura, yang memang harus diakui sebagian besar saling mempengaruhi dengan makanan khas daerah lainnya. Termasuk pengaruh budaya Arab, yang berada di Indonesia. Mento’, gettas, mungkin salah satu contoh makanan khas, yang entah dari mana asalnya.
Berbagai keragamanan kuliner Madura itu sampai saat ini masih mudah ditemui terutama pada saat bulan puasa. Saat puasa, berbagai jajanan baik ringan maupun berat seperti berlomba mewarnai keindahan bulan puasa.
Apakah berbagai makanan khas Madura akan bertahan menghadapi serbuan makanan beraroma asing yang belakangan menjamur? Walau di kota-kota besar merebak fenomena selera kampung; sebuah trend ketika masyarakat perkotaan bergairah menikmati makanan tradisional daerah asalnya namun tetap perlu dicermati kemungkinan menghilangnya makanan tradisional. Sangat mungkin makanan tradisional kurang dikenal dan diminati terutama kalangan generasi muda yang tumbuh besar di daerah perkotaan. Karena itu upaya melestarikan kuliner tradisional tetap diperlukan sekaligus dikenalkan terutama pada generasi muda.
Langkah Said Abdullah Institut yang memprakarsai lomba makanan tradisional Madura dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 71 layak diapresiasi. Kegiatan itu sangat besar manfaatnya untuk melestarikan sekaligus mengenalkan kuliner khas Madura kepada generasi muda.
Melalui kegiatan yang banyak melibatkan kaum ibu-ibu ini diharapkan pula muncul kreasi-kreasi baru bagaimana memodifikasi terutama tampilan kuliner Madura agar lebih menarik sehingga mampu bersaing dengan kuliner manca negara, yang belakangan menyerbu perkotaan. Masyarakat daerah lainpun bisa beriringan melakukan langkah serupa agar kuliner negeri ini yang sangat luar biasa dari rasa dan keanekaragaman tetap menjadi menu utama masyarakat Indonesia. (*)