SUMENEP, koranmadura.com – Kasi Sengketa Konflik Perkara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, Mahfud Efendi, berang mendengar pernyataan pimpinan Dinas PU Pengairan yang mengaku telah berkoordinasi dengan BPN dalam hal penerbitan sertifikat tanah di bantaran sungai Marengan.
Penerbitan sertifikat hak milik tanah di bantaran sungai Marengan itu belakangan disorot sebagian kalangan, karena dianggap telah melanggar beberapa regulasi. Dinas PU Pengairan sendiri mengklaim telah berkoordinasi dengan BPN soal penerbitan sertifikat tanah yang merupakan milik Negara itu. Versi Dinas Pengairan, BPN telah menyatakan bahwa penerbitan sertifikat itu prosedural.
Baca: Sertifikat Tanah di Bantaran Kali Marengan Tak Prosedural
“Pengairan tidak koordinasi sama kita,” akunya,.
Bahkan pihaknya mengimbau agar mengklarifikasi kembali kepada pihak DPU Pengairan. “Coba klarifikasinya, cek ke lokasi, beri informasi di sana ya,” tuturnya.
Menurut Mahfud, hingga saat ini BPN belum mengetahui kepastian data (setifikat, red) tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya akan melakukan kroscek kembali agar persoalan tersebut bisa diselesaikan. “Kami belum tahu, nanti akan kami kroscek dulu datanya. Tapi biasanya di Sumenep tertib, karena ada patoknya,” jelasnya.
Sementara patok yang dipasang oleh Pengairan berfariasi, ada yang lima atau enem meter dari bibir kali.
Kendati demikian, pihaknya sebagai lembaga yang mempunyai otoritas untuk menerbitkan sertifikat tanah dan bangunan, mengaku prihatin. Tapi dia memastikan penerbitan sertifikat itu sudah sesuai dengan prosedur. Diyakini BPN tidak akan menerbitkan sertifikat tanah atau bangunan kalau adminitrasi pengajuan belum lengkap.
“Kalau memang benar menempati sempadan kali, mestinya pihak Pengairan mengajukan keberatan pada kita. Tapi selama ini masih belum ada,” tegasnya.
Penerbitan sertifikat tanah atau bangunan di sempadan kali Marengan melanggar melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991 tentang Sungai. UU itu mengatur tentang perlindungan terhadap bantaran sungai.
Pada tahun 2004, Pemerintah merevisi UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan digantikan dengan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Sementara PP Nomor 25 Tahun 1991 tentang Sungai digantikan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Dalam aturan tersebut mengamanahkan, 10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Sungai, termasuk sempadan, adalah milik negara. (JUNAIDI/RAH)
