JAKARTA, Koranmadura.com – Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokrati (PRD) Petrus Hariyanto menilai, Budiman Sudjatmiko sedang mempertontonkan politik oportunis dengan mendukung Prabowo Subianto pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
“Mana yang lebih menguntungkan. Tetap di PDI Perjuangan tetapi karier politiknya mandeg, atau berpindah ke Prabowo yang digadang-gadang akan memenangi pertarungan pilpres?” kata Petrus dalam pernyataan tertulis mewakili Forum Rakyat Demokratik Pro Korban Penculikan yang diterima di Jakarta, Senin 21 Agustus 2023.
Petrus meneruskan, “Budiman memilih meloncat ke mantan Pangkostrad yang dipecat era Presiden Habibie itu, walau menciderai idealismenya sendiri sebagai mantan aktivis. Bahkan, dia telah mencoreng nama baik aktivis 98 secara keseluruhan.”
Petrus juga menampik anggapan Budiman Sudjatmiko bahwa Prabowo Subianto telah berubah. Budiman, disebut Petrus, memiliki cara pandang politik ngawur.
“Tidak benar juga Prabowo Subianto sudah berubah, seperti dikatakan Budiman bahwa sekarang ada kesamaan cara pandang Prabowo dan dirinya yang seorang mantan aktivis. Cara pandang Budiman, ngawur,” ujarnya.
Dia menambahkan, “Prabowo belum mengalami perubahan dari watak lamanya. Sekarang ini hanya berubah taktik. Seolah-olah dia memuja Presiden Jokowi. Taktik ini tidak lain hanya untuk memanipulasi persepsi publik, mengambil hati para pendukung Jokowi.”
Menurut Petrus, track record Prabowo Subianto selama ini justru membahayakan demokrasi. Lima tahun lalu, ia menggandeng erat kelompok politik Islam garis keras. Mereka melakukan politik SARA, menebar kebencian kepada kelompok lain yang tidak disukai, bahkan mengkafir-kafirkan kaum muslim lainnya yang tidak sejalan.
Di masa itu, kampanye hitam dengan menyebarkan kebohongan juga begitu massif terjadi di tengah masyarakat.
“Itu adalah rekam jejak Prabowo, tidak saja pelaku penculikan aktivis tetapi menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaannya,” ujar Pertus, yang juga mantan Sekjen Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Petrus menegaskan, dengan dideklarasikannya Relawan Prabu, Budiman sebagai bekas Ketua Umum PRD pertama itu, justru telah memberi pelajaran nilai-nilai politik buruk kepada generasi sekarang.
“Sama saja Budiman ingin mempertontonkan kepada generasi Z bahwa aktivis itu hanyalah sebuah batu loncatan semata untuk meniti karier politik dalam meraih kekuasaan, walau itu ditempuh dengan menguburkan nilai-nilai yang diperjuangkan semasa menjadi aktivis,” tandasnya.
Kecaman senada juga disampaikan Wilson, mantan aktivis PRD yang juga pernah mendekam dalam satu sel di LP Cipinang bersama Budiman. Wilson menyesalkan dalam deklarasi tersebut, Budiman sama sekali tidak menyebut soal penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, sebagai pondasi persatuan bangsa.
Wilson juga menyebutkan, dari Jawa Tengah, tempat dideklarasikannya Relawan “Prabu”, terdapat dua aktivis PRD yang menjadi korban penghilangan paksa, yakni penyair Wiji Thukul dan Suyat. Bersama kawan-kawan lainnya, mereka masih hilang hingga sekarang.
“Ini ironis sekali, di Jawa Tengah juga ada dua aktivis PRD yang hilang diculik saat perjuangan reformasi 1998. Selama 25 tahun Budiman tak pernah menjumpai keluarga korban penculikan yaitu Wiji Thukul dan Suyat di Solo.
Sekarang, dia malah bergabung dengan capres yg terlibat dalam kasus penculikan aktivis reformasi 1998,” kata Wilson yang juga anggota Dewan Penasihat Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi).
Kedatangan Budiman ke Jawa Tengah pada Jumat lalu untuk memobilisasi dukungan politik kepada Prabowo menunjukkan bahwa dia hendak melupakan pelanggaran HAM berat.
Adapun Budiman Sudjatmiko mendeklarasikan organisasi Relawan Prabowo Budiman Bersatu (“Prabu”) di Semarang, Jumat, 18 Agustus 2023 lalu. Ia mempertegas dukungannya kepada Prabowo Subianto yang menculiknya pada 1998. (Sander)