JAKARTA – Bank Indoonesia (BI) mengakui tren suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan saat ini secara umum telah mengalami penurunan baik pada sektor investasi, modal kerja ataupun pada konsumsi. penurunan SBDK di tiga sektor kredit tersebut berkisar antara 35 basis poin hingga 88 basis poin. “Saat inikan menunjukkan terjadi tren penurunan SBDK. inikan efisiensi perbankan nasional sudah baik tapi memang perlu didorong agar lebih baik lagi,” ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah di Komisi XI gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (24/6).
Halim menjelaskan, penurunan pada tingkat intermadiasi perbankan telah mengalami pertumbuhan yakni sebesar 21,88 persen pada Mei 2013, dimana ini ditopang oleh pertumbuhan kredit investasi sebesar 23,7 persen, kredit modal kerja 23 persen, dan kredit konsumsi 18,8 persen. Namun demikian, bank sentral akan terus mendorong perbankan agar lebih efisien lagi. “Untuk rasio kecukupan modal perbankan juga diperkirakan telah mampu menyerap risiko kredit dan risiko pasar cukup dengan cukup baik, meskipun ada bank yang berpotensi akan mengalami tekanan,” tukas Halim.
Lebih lanjut Halim menambahkan, bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, penyesuaian tarif dasar listrik dan masalah upah minimum provinsi, hal tersebut dinilainya akan meningkatkan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) perbankan. “Diperkirakan suku bunga DPK akan meningkat, ini dikarenakan ada penyesuaian pada tarif dasar listrik, karena masalah upah minimum provinsi, dan karena kenaikan harga BBM bersubsidi,” tutup HalimPerubahan BI Rate
Masih Menghitung
Lebih lanjut dia mengatakan BI masih menunggu besaran dampak inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam beberapa hari ke depan untuk membuat policy rate, apakah mengubah atau mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate. “Kami akan melihat dampak dari kenaikan harga BBM dan akan (menentukan) langkah apa yang akan kami lakukan,” kata dia.
Halim ditanya soal kemungkinan menaikkan BI Rate pasca kenaikan harga BBM yang dipastikan akan mendorong angka inflasi ke atas.
Dia mengatakan, BI masih terus melakukan penelitian terkait situasi tersebut. Termasuk, kemungkinan menaikan atau menurunkan BI rate yang saat ini berada dilevel 6 persen. “Pada waktunya kita akan melihat dampak dari kenaikan harga BBM dan apa langkah yang akan kita lakukan,” ujar Halim.
Pemerintah secara resmi telah menaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga tersebut diprediksi akan menaikan angka inflasi hingga diatas 7 persen. Dalam prediksi BI inflasi tertinggi akan berada di level 7,69 persen.
Saat ini kata dia, bank sentral membuat kebijakan pre-emptive menjelang kenaikan harga BBM.Sejauh ini berbagai reaksi sudah dilakukan bank dalam menyikapi kenaikan BI Rate dan suku bunga Fasilitas Simpanan BI (Fasbi Rate). “Ada beberapa bank yang sudah menaikkan suku bunga bank dan ada juga yang diam dan bahkan mungkin ada yang menjaga pangsa pasarnya dengan tidak menaikkan suku bunga,” papar Halim.
Bank sentral mengagendakan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG-BI) bulanan pada Kamis (11/7) mendatang. Salah satu keputusan rapat tersebut akan menetapkan BI Rate Juli 2013. Saat ini level policy rate BI berada di angka 6 persen atau lebih tinggi dari sebulan sebelumnya yang sebesar 5,75 persen. Fasbi Rate saat ini sebesar 4,25 persen dan perkiraan inflasi 2013 sebesar 7,69 persen.
Lebih lanjut Halim mengatakan, BI juga tengah melakukan sejumlah kajian terkait langkah yang ditempuh setiap bank dalam menyikapi kenaikan angka BI Rate dan Fasbi Rate. “Ini sedang dalam penelitian. Saya sampaikan, kira-kira apakah perbankan akan menaikan (suku bunga), katakanlah dengan adanya kenaikan BI Rate dan Fasbi. Kamis sedang melakukan pengkajian,” tuturnya. Sebab, kata dia, respon yang diberikan oleh setiap bank berbeda-beda terhadap kondisi tersebut. Ada bank yang langsung menaikan suku bunga dasar kredit-nya. Namun, kata dia, ada pula bank yang masih menahan bunga kredit untuk menjaga loyalitas dari nasabahnya. “Tapi ini kita belum lihat lagi dan akan kita kaji lagi,” tandas Halim. (gam/bud)