
Penulis : Kalingga Dwi Cahya
Penerbit : Palapa
Cetakan : I, November 2015
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-0806-45-7
Setiap pemimpin besar yang lahir di dunia, pasti memiliki jiwa pembelajar yang tinggi. Mereka belajar banyak hal dari perjalanan panjang hidupnya. Dari proses belajar itu, mereka kemudian mengimplementasikannya dalam praktik kepemimpinannya.
Dalam buku yang berjudul Metode Belajar Para Tokoh Politik Ternama ini, penulis menyuguhkan profil singkat 21 tokoh politik yang ternama yang ada di dunia. Selain itu, yang paling pokok dalam kajian pembahasan buku ini ialah penulis menyuguhkan sekelumit cara belajar para tokoh politik dunia yang telah menjadi pemimpin.
Kita tentu tidak asing dengan nama Abraham Lincoln. Ia merupakan tokoh besar yang berdedikasi bagi Amerika dan telah menghapuskan sistem perbudakan di sana. Dalam hidupnya, Lincoln pernah gagal berualang kali. Ia bangkrut dalam bisnis, kalah saat mencalonkan diri sebagai anggota dewan, tidak diterima di sekolah hukum, ditolak ketika mendaftarkan diri untuk menjadi pegawai pertahanan, kemudian gagal sebagi senat dan calon wakil presiden (hlm. 16).
Akan tetapi, berangkat dari semua kegagalan yang dialaminya itu, Lincoln bangkit. Ia menyadari bahwa dirinya tidak punya metode dalam bekerja. Ia juga kurang disiplin. Akhirnya ia pun memutuskan untuk disiplin diri dalam mempelajari banyak bidang di antaranya geometri, aljabar, dan astronomi. Serta buku-buku sejarah dan sastra. Dari proses belajar yang disiplin ini pula, Abraham lincoln menjadi Presiden Amerika. Bahakan pada hari Kamis tanggal 19 November 1863, Abraham Lincoln menguncang publik Amerika dengan pidatonya (hlm. 20-21).
Selain Abraham Lincoln, negara kita juga mempunyai seorang pemimpin yang fenomenal. Dia ialah Bung Karno, seorang pemimpin yang memiliki kemauan belajar tinggi. Selain pembaca yang baik, Bung Karno juga banyak belajar pada realitas kehidupan rakyat Indonesia. Ia belajar dari banyak hal yang ada di masyarakat. Salah satunya yakni kisah bertemunya Soekarno dengan seorang petani miskin bernama Marhaen, di Desa Cegereleng, Bandung.
Bermula dari sini, Bung Karno menggagas marhaenisme sebagai ujung tombak ideologi perjuangannya. Pemikiran marhaenisme ala Bung Karno ini juga tidak terlepas dari pengaruh marxisme yang dicetuskan oleh Karl Marx (hlm. 25-26). Namun berbeda dengan marxisme, marhaenisme adalah gerakan yang bertujuan untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari segala macam bentuk penjajahan yang telah dilakukan oleh Kolonialis Belanda dan sekutu.
Selain Bung Karno, ada pula Lee Kuan Yew. Ia merupakan seorang pemimpin yang di ‘puja’ rakyat Singapura. Bahkan Lee, mendapat julukan sebagai “Bapak Kemajuan Singapura.” Julukan tersebut tidak terlepas dari perjuangan Lee dalam membangun Singapura menjadi negara maju, meskipun pada awalnya miskin dan porak-poranda akibat kolonialisasi yang dilakukan oleh Inggris serta pendudukan yang dilakukan oleh Jepang (hlm. 35-36).
Di tangan Lee pulalah, Singapura disulap menjadi negara dengan pusat keuangan terdepan keempat dunia. Bahkan saking majunya Singapura, jika ada warganya yang pengangguran, pemerintah akan menggajinya. Kemajuan ekonomi ini tidak terlepas dari proses belajar yang Lee Kuan Yew lakukan ketika melihat rakyatnya dalam kubangan penderitaan.
Apa yang dilakukan para tokoh politik tersebut, semua tidak terlepas dari proses belajar dalam memahami kondisi sosial masyarakatnya. Dari sini pulalah kita dapat memetik pelajaran dari metode belajar mereka untuk menjadi seorang pemimpin sejati. [*]
Oleh: Jumadi
Mahasiswa Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kaijaga Yogyakarta.