JAKARTA, Koranmadura.com – Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud Heru Lestarianto menyesalkan kedatangan Komandan Yonif Raider 408/Suhbrastha Letkol Inf Slamet Hardiyanto dan Komandan Kodim 0724/ Boyolali Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo secara tiba-tiba ke rumah relawan korban penganiayaan TNI, Slamet Andono, di Boyolali pada Jumat, 19 Januari 2024 lalu.
Pria yang akrab disapa Herulest ini menyatakan, pihaknya menghargai kunjungan Dandim 0724 Boyolali dan Dayonif 408 terhadap korban penganiayaan oknum TNI di Boyolali. Namun menyesalkan pemilihan waktu kunjungan mendadak tersebut.
“Kami selaku penasehat hukum dari para korban menyatakan bahwa kunjungan tersebut sangat kami hargai dan hormati, namun kami menyesalkan kunjungan itu belum tepat di karenakan saat ini para korban sedang dalam pemulihan mentalnya,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 25 Januari 2024.
Menurut dia, pihak korban sejatinya merasa keberatan dengan proses kedatangan itu karena terkesan mendadak dan memicu trauma berulang.
“Mas Slamet Andono merupakan satu-satunya korban yang berhasil ditemui pihak Danyonif dan Dandim di rumahnya. Dia sendirian di rumah dan tidak bisa menghindar,” tutur Herulest.
Sementara dua korban lain yang rumahnya berdekatan dengan Slamet Andono, memilih segera masuk rumah dan enggan ditemui.
“Dua orang korban lainnya, karena satu kampung dan tahu ada TNI datang, akhirnya menghindar. Mereka melihat pihak Danyonif dan Dandim datang menemui korban Slamet Andono,” ceritanya.
Paska kejadian itu, para korban segera menghubungi Tim Hukum TPN dan meminta agar pihak TNI tidak menemui mereka dulu.
“Kasihan, mereka masih sangat trauma. Korban bercerita sama saya, ‘Kok saya jadi teringat lagi ya saat di jalan dikeroyok sama mereka, pak’ Nah ini artinya memang belum sembuh traumanya. Biarkan dulu pulih, proses hukum biarkan juga sedang berjalan,” tegas Herulest.
Dia meneruskan, “Selain itu, kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Denpom 4 Surakarta hingga mencapai kepastian hukum.”
“Yang jelas tindakan main hakim dengan alasan apapun tidak diperbolehkan secara hukum di negara kita,” imbuhnya.
Advokat asal Solo ini menegaskan, dalam budaya ketimuran, kunjungan silaturahmi dapat diterima, tetapi bukan merupakan upaya perdamaian.
“Untuk itu Dandim Boyolali dan Danyonif supaya menahan diri untuk tidak mengunjungi para korban, supaya para korban pulih psikologisnya,” ujarnya lagi.
Dia meneruskan, “Harapan dari kami penasehat hukum korban, perkara ini segera dilimpahkan ke Pengadilan Militer Semarang , hingga mendapat putusan Hakim Pengadilan Militer yang memuaskan para korban karena mengalami tindak penganiayaan.”
Adapun kasus ini merupakan peristiwa penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud oleh oknum aparat TNI dari Yonif Raider 408/Suhbrastha Boyolali pada 30 Desember 2023.
Penganiayaan melukai tujuh orang, termasuk Slamet Andono dan rekannya mengalami luka berat hingga harus dirawat inap di rumah sakit. (Gema)